pembuanganbangkai kapal, pembuangan sampah dari atas kapal, dan akibat langsung dari pelemparan jangkar kapal. Menurut analisis TKT (Terumbu Karang yang Terancam) terhadap ancaman akibat pencemaran dari laut, didasarkan pada lokasi jalur perkapalan utama dan infrastruktur pertambangan minyak. Hasil analisis menunjukkan 7% terumbu karang di Datatahun 2021 menunjukkan potensi timbunan sampah di Pamekasan sebesar 100,9 ton dengan persentase sampah yang terkelola sekitar 51,7%. Karenanya, diperlukan sinergi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat di Pamekasan untuk selalu menjaga kebersihan minimal dengan tidak buang sampah sembarangan. Gambar6. Tata letak galangan daur-ulang kapal yang ramah lingkungan di Kamal, Madura Figure 6. Layout of Green Ship Recycling Yard in Kamal, Madura (Sumber: Fariya, 2016) StikerKapal Safety Sign Prosedur Pekerjaan Panas ISM Code Perkapalan - Artpaper di Tokopedia ∙ Promo Pengguna Baru ∙ Cicilan 0% ∙ Kurir Instan. Planiniberisi prosedur tertulis untuk pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan dan pembuangan sampah, termasuk penggunaan peralatan dikapal dan juga orang yang bertanggung jawab dalam mengawasi pelaksanaannya. Planharus sesuai dengan guide line dari IMO dan dibuat dalam bahasa kerja di kapal. 2.4 Peraturan pembuangan sampah dari kapal Vay Tiền Nhanh Chỉ Cáș§n Cmnd Nợ Xáș„u. Jakarta – Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan memperketat sampah yang ada di kapal. Sampah yang ada di kapal harus dibuang di pelabuhan, saat sandar.“Setiap pelabuhan harus menyediakan fasilitas penampungan dalam bentuk apapun yang dapat memungkinkan untuk menampung sampah sementara dari kapal atau dari kegiatan di pelabuhan,” kata Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt Sudiono, Minggu 31/3.Kementerian Perhubungan juga telah menyusun strategi pengelolaan sampah plastik yang berasal dari aktivitas transportasi laut. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk nyata komitmen Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan dalam mendukung Rencana Aksi Nasional RAN terkait pengelolaan dan pengurangan sampah di laut sebesar 70% pada tahun satu strategi untuk mengurangi sampah plastik di laut tersebut ialah dengan mengimplementasikan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan langkah konkrit pelaksanaan PM 29 Tahun 2014, Ditjen Perhubungan Laut telah menerbitkan Surat Edaran Nomor tanggal 15 Maret 2018 tentang Penanganan Sampah di Pelabuhan dan Kapal, serta mensosialisasikan surat edaran tersebut kepada Unit Pelaksana Teknis UPT Ditjen Perhubungan Laut dan stakeholders terkait. Menurut Sudiono, pihaknya juga secara berkala melakukan pengawasan, monitoring dan evaluasi ke lokasi pengelolaan dan penampungan sampah di tahap awal, Kemenhub menargetkan fasilitas Reception Facility dapat dimiliki oleh 4 empat pelabuhan utama yakni Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Makassar serta di Pelabuhan Labuan berharap nantinya fasilitas penampungan yang dimiliki kelima pelabuhan tersebut dapat berfungsi dengan optimal, tidak hanya untuk sampah dari kapal namun juga untuk limbah operasional lainnya dari kapal seperti minyak kotor dan limbah kotoran sewage.Sudiono mengatakan, organisasi maritim internasional atau International Maritime Organization IMO juga telah mengeluarkan pedoman guidance dalam mengelola Reception Facility di pelabuhan sebagaimana tercantum dalam IMO circular tanggal 1 Maret 2018 tentang Consolidated Guidance for Port Reception Facility Providers and hanya itu, saat ini sudah diterapkan juga aplikasi pelaporan limbah dari kapal melalui Port Waste Management System yang sudah diintegrasikan pada sistem inaportnet di 16 Sudiono, pentingnya penerapan sertifikasi manajemen lingkungan international ISO 14001 untuk pengelolaan sampah dan limbah di setiap pelabuhan umum.“Kami sangat mendukung terhadap pelaksanaan penanganan sampah sesuai ISO 14001 di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Pemerintah juga akan mengawasi dan mendorong agar pelabuhan-pelabuhan yang belum menerapkan sertifikasi tersebut bisa segera mempersiapkan diri untuk disertifikasi,” itu, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran telah diatur bahwa setiap awak kapal wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran lingkungan yang bersumber dari kapal. Begitu juga dengan kewajiban setiap kapal untuk memenuhi persyaratan perlengkapan pencegahan pencemaran oleh regulasi pun telah diterbitkan pemerintah, salah satunya Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah sampah plastik di laut tak hanya menjadi isu nasional, tetapi juga menjadi perhatian utama bagi dunia internasional yang dibahas secara serius pada forum Sidang IMO Assembly ke-30 pada November 2017 lalu, IMO mengkritisi bahwa pencegahan pencemaran tidak hanya dari pelayaran Internasional tetapi juga dari semua pelayaran pada umumnya sehingga IMO harus mengembangkan mekanisme untuk penerapan aturan yang lebih pentingnya upaya pengurangan dan pengelolaan sampah di laut, Pemerintah akan memberikan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melakukan pembuangan limbah/sampah di perairan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pelayaran.“Setiap orang yang melakukan pembuangan limbah air balas, kotoran, sampah atau bahan lain ke perairan dapat dipidana dengan pidana penjara dan denda hingga ratusan juta rupiah,” ujar Sudiono.* â€ș Mayoritas pelabuhan perikanan di Indonesia cenderung tercemar. Pengelola pelabuhan dapat menerapkan aturan yang lebih ketat untuk menghentikan pencemaran yang berdampak pada lingkungan, ekonomi, dan kesehatan. Kompas Sebuah kapal isap memompakan limbah saat menambang timah di lepas pantai timur Pulau Bangka, Kecamatan Sungai Liat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Limbah campuran lumpur dan pasir tampak bergumpal di sekeliling kapal isap. Kondisi ini mengakibatkan kerusakan pada terumbu karang, perikanan, dan biota laut lainnya di pantai KOMPAS — Kondisi mayoritas pelabuhan perikanan di Indonesia cenderung mengalami pencemaran yang berasal dari darat dan laut. Pengelola pelabuhan dapat menerapkan aturan yang lebih ketat untuk memastikan sampah atau limbah dari kapal tidak dibuang ke laut secara Kepelabuhan Kementerian Perhubungan Subagiyo menyampaikan, setiap tahun Kemenhub menangani limbah di sejumlah pelabuhan di Indonesia. Hasilnya, Pelabuhan Panjang Bandar Lampung, Lampung menjadi pelabuhan dengan volume limbah dari air pemberat water ballast kotor terbanyak mencapai meter kubik per tahun, disusul Pelabuhan Boom Baru Palembang, Sumatera Selatan dengan meter kubik per tahun, dan Pelabuhan Banten meter kubik per tahun. Sementara pada limbah yang berasal dari pencucian tangki minyak, tiga pelabuhan tercatat memiliki limbah terbanyak, yakni Pelabuhan Panjang, Banten, dan Teluk Bayur Padang, Sumatera Barat dengan volume limbah mencapai meter kubik per tahun. Selain tiga pelabuhan tersebut, Pelabuhan Boom Baru tercatat memiliki volume limbah meter kubik per juga Misteri ”Setan Hitam” di Laut Bintan-Batam”Khusus Pelabuhan Tanjung Pandan Kabupaten Belitung, Kepulauan Bangka Belitung dan Cirebon Jawa Barat, data yang ada di kami memiliki volume limbah paling sedikit dibandingkan pelabuhan yang lain,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Mengatasi Sampah Laut yang Bersumber dari Kegiatan di Kapal dan Pelabuhan Komersil”, Rabu 27/1/2021.KOMPAS/PANDU WIYOGA Sebuah kapal kargo melintas di perairan dekat Pulau Putri, Kota Batam, Kepulauan Riau, Senin 4/1/2020. Perairan tersebut tengah tercemar limbah minyak yang diduga berasal dari bangkai kapal yang tenggelam di perairan Johor, Restorasi Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan, Hery Gunawan Daulay, menyampaikan, 80 persen kebocoran sampah ke laut berasal dari darat dan 20 persen merupakan kegiatan di laut. Beberapa kegiatan yang berpotensi mencemari itu di antaranya perikanan tangkap, budidaya laut, dan pencemaran dari aktivitas transportasi laut.”Menurut data kami, ada 37 kasus tumpahan minyak mentah dari tahun 1998 hingga 2017 yang sampai saat ini juga belum selesai permasalahan ini. Terdapat juga sekitar 9 juta ton per tahun sampah yang masuk ke laut,” menjelaskan, selain mengganggu sektor pariwisata, pencemaran laut juga berdampak pada kehidupan biota laut yang dilindungi ataupun dikonsumsi manusia. Dalam jangka panjang, akumulasi dari bahan kimia ataupun mikroplastik dari biota laut yang dikonsumsi manusia akan menjadi racun dan menimbulkan penyakit yang bekerja di lepas pantai biasanya tidak kembali ke daratan hingga satu bulan sehingga kebutuhan akan disposal pembuangan juga perlu mengatasi pencemaran laut ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta kementerian terkait lainnya menerapkan sejumlah strategi, di antaranya gerakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengelolaan sampah yang bersumber dari OKTAVIA PT Pelabuhan Indonesia II Persero Cabang Panjang meluncurkan Kapal Motor Telok Betong sebagai alat pembersih sampah di laut, Rabu 31/7/2019, di Bandar Lampung. Selain membersihkan sampah di perairan sekitar pelabuhan, kapal ini juga akan beroperasi di perairan Teluk Lampung untuk mendukung program pencanangan laut bersih oleh Pemprov Lampung.”Bagi pengelola pelabuhan juga diharapkan dapat menerapkan aturan yang ketat. Pengelola pelabuhan perlu memastikan sampah dari kapal perdagangan ataupun kapal penumpang agar dikelola pada fasilitas pengelolaan limbah yang ada dan tidak dibuang ke laut secara sembarangan,” Bidang Organisasi dan Keanggotaan Indonesia National Shipowners Association INSA Zaenal Hasibuan berharap, fasilitas pengelolaan limbah di semua pelabuhan dapat diperbanyak. Fasilitas pengelolaan limbah tersebut juga harus bersifat dinamis karena banyak kapal yang tidak membutuhkan waktu lama untuk bersandar.”Selain kapal, perhatian yang serius juga perlu dilakukan pada pengeboran yang berada di tengah laut dengan jumlah penggunaan bahan bakar yang besar. Kami harap pengaturan ini tetap dalam satu atap Kementerian Perhubungan. Sebab, kapal-kapal yang bekerja di lepas pantai biasanya tidak kembali ke daratan hingga satu bulan sehingga kebutuhan akan disposal pembuangan juga perlu diperhatikan,” juga TNI Angkatan Laut Tangkap Kapal Asing Saat Buang Limbah di Perairan Riau â€ș Utamaâ€șPenegakan Hukum Bagi Kapal... OlehIchwan Susanto / BM Lukita Grahadyarini 5 menit baca KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA Pantai yang dipenuhi sampah di Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Kamis 22/11/2018. Selain menimbulkan penyakit bagi warga yang tinggal di pesisir, sampah yang didominasi oleh sampah plastik akan mencemari lautan dan membahayakan ekosistem KOMPAS – Meski memiliki seperangkat perundangan dan peraturan yang mengatur dan melarang pembuangan sampah oleh kapal ke laut, implementasi penegakan hukumnya belum tampak. Aparat penegak hukum didorong untuk memanfaatkan kewenangannya kepada pelaku kapal pembuang sampah ke laut agar menjadi contoh dan peringatan bagi kapal-kapal pembuangan sampah dari kapal ke laut masih sering terjadi. Contoh baru-baru ini, di media sosial beredar tayangan video yang menunjukkan Kapal Motor Nggapulu membuang sejumlah kantong berisi sampah ke laut. Kompas, 22/11/2018 Tindakan tak terpuji kapal yang dikelola oleh PT Pelni ini menunjukkan kesadaran untuk menyelamatkan laut dari ancaman sampah belum dilaksanakan di lapangan. Padahal, baru-baru ini Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah itu, pengelola kapal wajib melaksanakan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim, Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, serta peraturan internasional Revisi Marpol Annex V Resolusi MEPC 201 62 tentang Prosedur Pembuangan Sampah Kapal. Belum lagi sejumlah perundangan seperti UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU 17/2008 tentang Pelayaran.“Sepengetahuan kami selama ini belum ada proses hukum bagi kapal yang buang sampah di laut,” kata Moh Abdi Suhufan, Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia yang juga Koordinator Destructive Fishing Watch di Jakarta, Kamis 22/11.Sepengetahuan kami selama ini belum ada proses hukum bagi kapal yang buang sampah di mengatakan, peristiwa KM Bukit Raya yang pertengahan Agustus lalu kedapatan membuang sampah di perairan Tanjung Priok – Natuna hingga kini tak terdengar penyelesaiannya oleh pemerintah. Pengelola, PT Pelni, mengakui kejadian tersebut dan menyatakan, pelaku merupakan pekerja alih daya Kompas, 22/11.Abdi berharap hal ini tak dianggap sebagai hal biasa. Kepedulian publik sangat dibutuhkan untuk mengadu dan melaporkan kasus seperti ini, seperti laporan warga terkait pembuangan sampah oleh KM pemerintah ditagihIa mendesak komitmen keseriusan pemerintah memerangi sampah juga ditunjukkan dengan penindakan hukum secara tegas dan adil bagi pelaku. Ini diharapkan bisa menjadi pembelajaran dan efek jera agar tak terulang lagi di masa mendatang.“Yang menjadi tantangan adalah kemampuan aparat penegak hukum untuk membuktikan kasus seperti ini di pengadilan,” kata terpisah, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP berencana mengkaji penyusunan aturan terkait larangan kapal ikan untuk membuang sampah di Kelautan dan Perikanan berencana mengkaji penyusunan aturan terkait larangan kapal ikan untuk membuang sampah di laut.“Kami bisa buat peraturan menteri terkait larangan kapal ikan membuang sampah di laut. Kami akan tindaklanjuti untuk mengadakan workshop lokakarya menyusun draft aturan,” ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kedua dari kanan beserta jajaran satuan tugas pemberantasan penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur Satgas 115 memaparkan kinerja Satgas 115 dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, di Jakarta, Kamis 22/11/2018.Namun Susi mengingatkan, pemerintah pusat tidak mungkin bergerak sendirian untuk mengatasi masalah sampah di laut. Dibutuhkan peran pemerintah daerah dan masyarakat untuk menghentikan pemakaian sampah mengatakan, penanganan masalah sampah di laut membutuhkan regulasi, kampanye, maupun aksi. Sejauh ini, KKP telah melakukan sejumlah langkah penanganan sampah di laut, antara lain program bersih pantai, serta pembagian jaring untuk menjaga muara sungai agar sampah dari darat tidak masuk ke dan auditTerkait kasus KM Nggapulu, Abdi mendorong Kementerian Perhubungan melakukan investigasi dan audit serius kepada penanggungjawab kapal dan manajemen di Pelni. Kejadian ini, katanya, menunjukkan lemahnya kontrol/manajemen sampah yang dilakukan PT Perhubungan didorong melakukan investigasi dan audit serius kepada penanggungjawab kapal dan manajemen di menyebutkan, UU 17/2008 tentang Pelayaran, pada Pasal 230 menyebutkan “setiap nakhoda atau penanggungjawab unit kegiatan lain di perairan bertanggungjawab menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kapal dan/atau kegiatannya.”Mengutip Pasal 37 PP Nomor 21/2010, ia menyebutkan “setiap nakhoda di perairan yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud alam Pasal 24 ayat 1 huruf a diberikan sanksi administratif berupa pembekuan sertifikat,keahlian pelaut selama 1 satu tahun.”Selain penegakan hukum, Abdi pun menyarankan kepada Pelni untuk mematuhi dan menjalankan standar operasi prosedur yang telah ada dan memperbaiki manajemen pengelolaan sampah di kapal. Secara teknis, Pelni agar melakukan pencatatan ketat timbulan sampah saat berangkat dari satu titik keberangkatan hingga tiba di pelabuhan tujuan/singgah.“Harus ada serah terima sampah pada pihak pelabuhan atau pihak ketiga yang independen untuk memudahkan ketelusuran sampah dari kapal-kapal Pelni,” kata sampah di laut ini menjadi perhatian karena selama ini fokus perhatian pemerintah terkesan pada penanganan sampah di daratan. Ini karena studi menunjukkan 80 persen sampah di laut bersumber dari darat. Namun fakta kapal-kapal masih membuang timbulan sampahnya ke laut harus juga diselesaikan agar penanganan sampah di laut ini fokus perhatian pemerintah terkesan pada penanganan sampah di daratan. Ini karena studi menunjukkan 80 persen sampah di laut bersumber dari sampah ke laut ini terjadi beberapa hari sebelum temuan bangkai paus sperma remaja sepanjang 9,5 meter di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Pembedahan yang dilakukan otorita Balai Taman Nasional Wakatobi dan Akademi Komunitas Kelautan dan Perikanan serta WWF Indonesia menunjukkan, di dalam saluran pencernaan paus terdapat 5,9 kilogram sampah yang sebagian besar berupa sampah KOMUNITAS KELAUTAN DAN PERIKANAN WAKATOBI/ALFI Seekor bangkai paus yang mulai membusuk ditemukan terdampar di perairan Kapota di Pulau Wangi-wangi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin 19/11/2018. Di dalam perut mamalia laut ini ditemukan sampah plastik Terkait sampah plastik, sejak 6 bulan lalu, Nadia Mulya, runner up Puteri Indonesia 2014, mendorong petisi di agar diberlakukan cukai plastik di Indonesia. Sejak temuan kematian paus sperma tersebut, dukungan akan petisi ini mencapai orang.“Sebenarnya wacana soal cukai plastik ini sudah dibahas pemerintah. DPR sudah bahas soal cukai plastik dan berharap bisa diterapkan. Jadi penerapan cukai plastik ini tinggal menunggu \'restu\' DPR dulu,” kata pun mengatakan, cukai plastik merupakan kebijakan tegas untuk mengurangi plastik. Kebijakan pemerintah masih sangat diperlukan dalam upaya preventif ini karena contoh uji coba kebijakan kantong plastik berbayar di sejumlah kota di Indonesia beberapa waktu lalu terbukti menurunkan konsumsi 55 persen kantong plastik merupakan kebijakan tegas untuk mengurangi plastik. Kebijakan pemerintah masih sangat diperlukan dalam upaya preventif mengutip data penerapan cukai plastik sukses menurunkan konsumsi plastik di beberapa negara. Di Washington DC, cukai plastik sebesar 0,05 dollar AS sejak tahun 2009, membuat konsumsi plastik berkurang 85 persen dan di Inggris, penerapan cukai plastik sebesar 5 peni sejak tahun 2015, menurunkan penggunaan plastik hingga 80 Nasional Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik GIDKP Rahyang Nusantara mengatakan, rencana penerapan cukai plastik – khususnya pada kantong plastik – akan mengurangi polusi plastik di lingkungan, termasuk lautan. Inisiatif ini pun disambut baik karena mendukung pengurangan konsumsi plastik di hilir. sampah packing sesuai aturan yang seharusnya dibuang pada jarak 25 Nm atau lebih dari daratan. Pada kejadian kedua dan ketiga ABK dirasa kurang memahani tentang MARPOL Annex V tentang penanganan sampah di atas kapal sehingga membuang sampah secara sembarangan tanpa memperhatikan jarak dari garis pantai dan tidak ada perlakuan khusus untuk sampah-sampah yang sulit terurai. Pada kejadian ke empat koki sudah melaksanakan pemberlakuan MARPOL Annex V tentang penanganan sampah sisa makanan yang boleh dibuang hanya dengan jarak lebih dari 3 Nm dari garis pantai. Pembahasan Berdasarkan dari hasil penelitian dan wawancara pada kru kapal yang taruna laksanakan di atas kapal “MT. Serena III” menyimpulkan bahwa kejadian tersebut terjadi karena kurang tersedianya alat-alat pengolah sampah dan terdapat 2 faktor yang menjadi peran penting dalam masalah ini yaitu faktor manusia dan faktor teknis. 1. Faktor manusia, terjadi karena kurangnya kesadaranan anak buah kapal tentang peraturan pencemaran sampah di laut yang telah di terapkan di MARPOL 73/78 yang mengatur tentang pencemaran sampah Annex 5. 2. Faktor teknis, terjadi karena kurang tersedianya alat-alat pengolah sampah yang berada di atas kapal “MT. Serena III”, pihak kantor jarang sekali menyuplai alat-alat kebersihan yang dinilai sudah tidak layak pakai dan tidak adanya upaya perbaikan alat pengolah sampah seperti incinerator. Di atas kapal “MT. Serena III” terdapat 2 cara untuk tidak membuang sampah sembarangan yaitu setiap kapal pasti memiliki alat yang digunakan untuk menghancurkan sampah yang disebut dengan “Incinerator”. Incinerator adalah suatu alat pembakar sampah yang dioperasikan dengan menggunakan teknologi pembakaran pada suhu tertentu sehingga sampah dapat terbakar habis. Incinerator ini memiliki ruang pembakaran, tempat sampah yang akan dibakar dan pada chamber terdapat saluran untuk mengalirkan bahan bakar juga dilengkapi saluran untuk menyalurkan udara dari blower, pembakaran ini dilakukan secara tertutup untuk menghindari bahaya toksin maupun infeksi dari sampah yang akan dimusnahkan. Tetapi karena di kapal “MT. Serena III” incinerator tidak dapat digunakan dan karena faktor usia, alat tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal. Selama taruna melaksanakan tugas prala, ABK tidak pernah mengoperasikan alat tersebut. Pada akhirnya ABK memutuskan untuk membuat incinerator sederhana yang mana akan lebih ramah lingkungan daripada membuangnya langsung ke laut. Para ABK juga melaksanakan pembersihan secara manual yaitu dengan cara pembersihan bersama lalu memasukkan kedalam kantong plastik dan jika kapal telah sandar di pelabuhan kita membuang kantong tersebut ke dalam truk-truk atau gerobak yang telah disediakan oleh pihak dermaga. Kegiatan ini dilaksanakan secara rutin agar tidak terjadi penumpukan sampah di atas kapal dan mencegah hal- hal yang tidak diinginkan seperti bau busuk maupun penyakit yang timbul akibat tumpukan sampah tersebut. KESIMPULAN Menjaga kelestarian lingkungan hidup adalah syarat mutlak untuk menjaga kelangsungan hidup manusia karena laut adalah sumber daya alam yang sangat di butuhkan manusia dan menjadi sumber perdagangan, juga sumber makanan manusia maupun sebagai mata pencaharian. Jika kita tidak dapat menjaganya maka kelangsungan hidup biota laut akan rusak dan dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia itu pembahasan sebelumnya telah dilakukan analisa terhadap permasalahan yang ada. Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa “MT. Serena III” belum melakukan penanganan pencemaran laut oleh sampah yang diatur dalam MARPOL Annex V. Sebagian besar peraturan tidak terlaksana dengan baik di kapal “MT. Serena III” disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kurangnya pengetahuan dan pemahaman awak ï»żDengan meningkatnya jumlah armada kapal pada pengangkutan melalui laut, berdampak pada lingkungan laut yaitu sampah yang dihasilkan dari kapal juga meningkat. Dalam kegiatan operasional kapal sehari – hari, menghasilkan sampah seperti sisa buangan rumah tangga dan dunnage yang sudah tidak terpakai yang terdiri atas plastik, kertas, besi, kaca, sisa makanan dan sampah lainnya. Apabila sampah ini masuk ke dalam laut maka akan berakibat laut akan tercemar dan fungsi laut akan menurun. Dalam Konvensi Internasional mengenai pencegahan pencemaran dari kapal MARPOL 1973 /1978 pada annex V tentang sampah GARBAGE mengatur ketentuan pembuangan sampah dari kapal, namun masih dijumpai pembuangan sampah oleh penumpang kapal maupun awak kapal di laut dengan jarak dan ketentuan yang tidak sesuai dengan MARPOL 1973/1978 Annex V. Oleh karena itu peneliti menganalisis Pengelolaan sampah di kapal yang dilakukan oleh kapal - kapal di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya sebagai upaya untuk mengurangi pencemaran laut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif yaitu analisis regresi dengan menyebarkan angket terhadap 100 seratus responden awak kapal yang kapalnya sandar di Dermaga Tanjung Perak Surabaya. Dari hasil perhitungan regresi diperoleh faktor pengelolaan sampah di kapal berpengaruh terhadap peningkatan pencegahan pencemaran dari kapal sebesar 48,6% dan faktor peran awak kapal berpengaruh terhadap pencegahan pencemaran dari kapal sebesar 31,5 %. To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the author.... The international conventions aim to protect the maritime environment, but the issue of waste disposal into the sea and oceans is a global problem, affecting the ecosystem and shipping navigation. Safety measures have been introduced but have not been complied with [11]. This is unfortunate because ship crews' active roles could prevent % of marine pollution [12]. ...KuncowatiQomariyatus SholihahGatot CiptadiKoderiInternationally, waste handling on ships is regulated in Annex V of the Marine Pollution MARPOL regulation 1973/1978. Crews’ knowledge and competence in waste management and safety are specified in the Standards of Training, Certification, and Watchkeeping for Seafarers, Manila 2010. However, research shows that waste is still discharged into the sea, which disturbs the aesthetics and negatively impacts the marine environment, ecosystem, and people’s safety and security. This study investigates waste handling by container ship crews. Data were collected through a survey with 180 container ship crews at Tanjung Perak Port, Surabaya, Indonesia; and analysed using Structural Equation Modelling-Partial Least Square SEM-PLS software. The finding suggested a positive and significant impact of the crews’ roles in preventing marine pollution, at This finding confirms the need for a waste handling model on ships that considers safety and awareness. This study suggests improvements in ship management and crews’ awareness of waste handling aimed at environmental protection. Damar Gymnastiar RamdhaniThis paper will focus on one of the cases related to pollution caused by the disposal of oil spills into the sea, a case study of the Exxon Valdez oil spill. In that matter, this paper can ''provide the stage'' for several relevant cases related to MARPOL 73/78 to build a discourse on environmental protection at sea based on the perspective of international environmental law. The writing of this paper uses a normative juridical legal research method. Judging from this Exxon Valdez case study, it can be agreed that this international treaty related to the prevention of pollution from ships or MARPOL has a renewal of its effectiveness if there has been an incident of pollution at sea in the past. The incident that impacted MARPOL 73/78 itself has also taught us the importance of protecting marine has not been able to resolve any references for this publication.

prosedur pembuangan sampah di kapal